Selasa, 04 Agustus 2009

Meningkatkan Pemahaman Konsep Menghitung Volume Kubus Dan Balok Melalui Representasi Enaktif, Ikonik, Dan Simbolik Pada Siswa Kelas V SD Negeri 8 Mand

A. Judul: “Meningkatkan Pemahaman Konsep Menghitung Volume Kubus Dan Balok Melalui Representasi Enaktif, Ikonik, Dan Simbolik Pada Siswa Kelas V SD Negeri 8 Mandonga, Kendari”
B. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong setiap bangsa untuk terus meningkatkan kualitas pendidikannya. Pendidikan berkualitas memungkingkan semua pihak dapat memperoleh informasi yang melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia

Indonesia sebagai negara berkembang terus meningkatkan kualitas pendidikannya. Hal ini dapat dilihat dari penyesuaian kurikulum dari tahun ke tahun yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan dari penyesuaian kurikulum ini dimaksudkan agar terjadi perbaikan atau peningkatan dalam mutu pendidikan. Lebih penting lagi, agar kita mampu mengatasi persaingan ketat dalam era globalisasi yang sedang berkembang. Peningkatan mutu pendidikan, juga dapat dilihat dari usaha pemerintah yang meningkatkan anggaran pendidikan dan sertifikasi guru, dengan tujuan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mutu suatu bangsa karena dengan bangsa yang cerdas maka bangsa menjadi kuat. Oleh karena itu, melalui bidang pendidikan siswa diharapkan memiliki kemampuan multi dimensional meliputi kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Matematika bagi suatu negara penting karena matematika itu merupakan penunjang bagi bidang keilmuan yang lain. Oleh karena itu, sebagai langkah awal untuk mengarah pada tujuan yang diharapkan adalah mendorong atau memberi motivasi belajar matematika bagi masyarakat, khususnya bagi para anak-anak atau peserta didik.
Keberhasilan peserta didik tidak terlepas dari peranan guru dalam proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Keberhasilan itu tidak hanya dilihat dalam upaya memilih alat, pendekatan dan teknik pembelajaran, akan tetapi bagaimana menciptakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan guna menghindari kejenuhan siswa dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, tugas utama bagi guru adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang baik yang dapat memotivasi siswa sehingga prestasi belajar siswa meningkat.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Konsep-konsep matematika yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan diberikan secara bertahap dan berjenjang sesuai dengan perkembangan mental dan intelektual siswa. Konsep-konsep tersebut tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa penjelasan materi pelajaran matematika yang diberikan seringkali dirasakan menyulitkan siswa di dalam memahaminya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pemahaman siswa tersebut. Misalnya, pola materi yang disampaikan guru tidak melalui langkah yang terstruktur, padahal matematika mempunyai ciri utama penalaran deduktif di mana kebenaran suatu konsep dari akibat logis suatu kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antara konsep dan pernyataan dalam matematika harus bersifat konsisten. Untuk itu, siswa diharapkan mendapatkan materi matematika yang sistematis dan terstruktur. Selain itu, sifat pelajaran matematika yang abstrak dan hirarkis menyebabkan tingkat kesulitan yang relatif tinggi bagi yang mempelajarinya. Dengan kondisi ini, menyebabkan pembelajaran di kelas menjadi terasa kering dan membosankan sehingga menyebabkan siswa merasa tidak nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran.
Salah satu upaya untuk mengurangi atau mendekatkan konsep abstrak dalam matematika dilakukan dengan menerapkan konsep-konsep tersebut dalam aspek-aspek kehidupan yang terkait dengan kehidupan siswa. Penerapan konsep matematis pada aspek yang dikenali akan sangat membantu siswa dalam memahami mata pelajaran matematika. Pembelajaran yang mengakomodasi kehidupan siswa, akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Oleh karena itu, penanaman konsep pada tingkat dasar sangat penting mengingat pada tahap ini siswa berada pada tahap operasi konkret.
SD Negeri 8 Mandonga merupakan salah satu sekolah yang banyak mengalami permasalahan dalam hal proses pembelajaran khususnya pelajaran matematika. Hal ini berdasarkan hasil observasi awal tanggal 1 Maret 2009 dan sekaligus wawancara dengan salah seorang guru matematika yang mengajar pada kelas V sekolah tersebut yang mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan mengajarkan materi kepada siswa. Misalnya, pada saat mengajarkan volume kubus dan balok. Hal ini disebabkan oleh ada beberapa konsep matematika yang masih sulit dipahami oleh siswa, di antaranya konsep tantang volume kubus dan balok. Pada materi ini, masih banyak siswa yang tidak mengerti seperti apa itu kubus atau balok, apa yang membedakan kubus dan balok, yang mana merupakan isi atau volume kubus maupun balok. Bahkan, dari tahun ke tahun prestasi belajar siswa masih tergolong rendah. Hal ini, dapat dilihat dari hasil ujian siswa tahun ajaran 2007/2008 semester pertama yang hanya memperoleh rata-rata 5,75. Pada tahun ajaran 2008/2009 hasil ujian siswa semester pertama hanya mencapai 5,65.
Selain itu, guru mengatakan bahwa dalam mengajarkan konsep menghitung volume kubus dan balok lebih didominasi oleh pembelajaran langsung dengan menggunakan kombinasi beberapa metode di antaranya ceramah, diskusi kelompok, tugas kelompok maupun tugas individu, namun masih banyak yang kurang paham dengan materi pelajaran tersebut.
Pada materi menghitung volume kubus dan balok, guru telah memahami pentingnya penggunaan alat peraga maupun penggunaan benda-benda konkrit, akan tetapi penerapannya guru tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana cara menghitung volume kubus dan balok melalui kubus-kubus kecil atau kubus satuan yang akan mempermudah siswa dalam mencari volume kubus dan balok tersebut.
Rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep mengitung volume kubus dan balok merupakan suatu masalah dalam pembelajaran matematika. Agar masalah ini tidak berkelanjutan maka perlu dicarikan solusinya. Oleh karena itu, berdasarkan hasil diskusi dengan guru matematika kelas V SD Negeri 8 Mandonga maka peneliti merumuskan dalam suatu judul “Meningkatkan pemahaman konsep menghitung volume kubus dan balok melalui representasi enaktif, ikonik dan simbolik pada siswa kelas V SD Negeri 8 Mandonga, Kendari”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemahaman konsep menghitung volume kubus dan balok melalui representasi enaktif, ikonik dan simbolik pada siswa kelas V SD Negeri 8 Mandonga , Kendari dapat di tingkatkan?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep menghitung volume kubus dan balok melalui representasi enaktif, ikonik dan simbolik pada siswa kelas V SD Negeri 8 Mandonga, Kendari.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Dapat meningkatkan pemahaman konsep menghitung volume kubus dan balok yang pada akhirnya siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematikanya.
2. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan bagi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di kelasnya apalagi pada siswa yang berada pada tahap operasi konkret.
3. Bagi Sekolah
Dengan hasil penelitian ini diharapkan SD Negeri 8 Mandonga, Kendari dapat meningkatkan pemberdayaan tahapan enaktif, ikonik dan simbolik agar prestasi belajar siswa lebih baik.
4. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui secara langsung permasalahan dalam pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan cara mengajarkan konsep matematika yang tepat pada siswa sekolah dasar.
F. Kajian Pustaka.
1. Proses Belajar-Mengajar Matematika
Belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak (Imron, 1996: 2).
Belajar adalah perubahan-perubahan dalam sistem urat saraf. Belajar adalah penambahan pengetahuan. Belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Hilgard menyatakan bahwa belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan (Nasution, 1986: 38-39).
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Belajar adalah memperoleh pengetahuan. Belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis dan seterusnya. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2007: 27-28).
Menurut Skinner (1958) belajar merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresivitas. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adannya sifat progresivitas, adannya tendensi ke arah yang lebih sempurna atau lebih baik dari dalam keadaan sebelumnya. Mc Geoch memberikan definisi mengenai belajar bahwa belajar membawa perubahan dalam performance dan perubahan itu sebagai akibat dari latihan (practice). Morgan, dkk. (1984) memberikan definisi mengenai belajar bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku atau performance itu relative permanent. Di samping itu juga dikemukakan bahwa perubahan perilaku itu sebagai akibat belajar karena latihan (practice) atau karena pengalaman (Walgito, 2004: 166-167).
Menurut James O. Whittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach mendefinisikan belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya. Howard L. Kingsley mendefinisikan belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan. Belajar adalah proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitas individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar. Kita pun hidup menurut hidup dan bekerja menurut apa yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai suatu tujuan (Ahmadi, 2004: 127).
Banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan (Soemantoro, 1998: 103).
Lestes D. Crow dan Alice Crow (dalam Roestiyah, 1994: 8) mendefinisikan belajar sebagai perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Dalam definisi ini dikatakan bahwa seseorang mengalami proses belajar kalau ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dalam menguasai ilmu pengetahuan. Belajar merupakan suatu proses di mana guru terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman edukatif, untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Simanjutak (1993: 8) bahwa prinsip cara belajar peserta didik aktif dalam pengajaran matematika adalah bahwa setiap konsep baru selalu diperkenalkan melalui kerja praktek yang cukup, maksudnya adalah:
a. Menyampaikan materi dimulai dari hal-hal yang konkrit dan mengarahkan ke hal-hal yang abstrak.
b. Pengalaman peserta didik melalui kerja praktek merupakan hal yang diutamakan.
c. Pengalaman langsung yang dialami peserta didik akan membawanya pada tingkat memahami.
Bertolak dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah penambahan sejumlah pengetahuan sehingga terjadi perubahan tingkah laku seseorang yang dapat diperoleh melalui latihan atau pengalaman atau orang yang lebih tahu dan perubahan itu relatif positif dan sifatnya permanen. Belajar itu merupakan suatu proses dan bukan suatu hasil.
Kata teach atau mengajar berasal dari bahasa Inggris Kuno, yaitu taecan. Istilah mengajar juga berhubungan dengan token. Belajar dilihat dari asal-usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau simbol. Penggunaan tanda atau simbol dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan respon mengenai kejadian seseorang. Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu (Sanjaya, 2006: 73).
Apabila kita ingin mengajarkan sesuatu kepada anak/peserta didik dengan baik dan berhasil pertama-tama yang harus diperhatikan adalah metode atau cara pendekatan yang akan dilakukan, sehingga sasaran yang diharapkan dapat tercapai atau terlaksana dengan baik, karena metode atau cara pendekatan yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, jika pengetahuan tentang metode dapat mengaplikasikannya dengan tepat maka sasaran untuk mencapai tujuan akan semakin efektif dan efisien. Metode mengajar yang diterapkan dalam suatu pengajaran dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan tercapai. Metode atau pendekatan yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik, jika materi yang diajarkan dirancang terlebih dahulu. Dengan kata lain bahwa untuk menerapkan suatu metode atau pendekatan dalam pengajaran matematika sebelumnya menyusun strategi belajar-mengajar, dengan strategi belajar-mengajar yang sudah tersusun dapat ditentukan metode mengajar atau teknik mengajar dan akhirnya dapat dipilih alat peraga atau media belajar sebagai pendukung materi pelajaran yang diajarkan (Simanjuntak, 1993: 80-81).
Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar. Guru-guru yang telah berpengalaman umumnya sependapat, bahwa masalah ini sangat penting bagi para calon guru karena menyangkut kelancaran tugasnya. Metode mengajar yang dipergunakan akan menentukan suksesnya pekerjaan selaku guru kelas (Hadi, 2005: 141).
Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak. Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan pada anak. Mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar (Nasution, 1986: 8).
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah. Mengajar adalah usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Mengajar adalah memberikan bimbingan belajar kepada murid (Hamalik, 2007: 44-48).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah upaya yang dilakukan dalam bentuk menanamkan pengetahuan dan kebudayaan termasuk mengatur dan mengorganisasikan lingkungan di sekitar siswa agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar secara optimal.
2. Konsep dalam Matematika
Matematika memiliki karakteristik tertentu dan salah satu karakteristiknya adalah objeknya bersifat abstrak. Konsep merupakan salah satu dari objek matematika. Farrel dan Farme (dalam Henisrawati, 2008: 10) mendefinisikan konsep sebagai suatu klasifikasi dari objek-objek, sifat-sifat objek atau kejadian-kejadian yang ditentukan dengan mengabstrasikannya.
Selanjutnya Gagne (dalam Henisrawati, 2008: 10) mengemukakan bahwa konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang meyakinkan orang dapat mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian-kejadian ke dalam contoh dan bukan contoh dari suatu objek tertentu. Misalnya, seorang siswa telah memahami konsep luas trapesium maka siswa tersebut akan dapat membedakan rumus luas trapesium dengan rumus luas bangun datar yang lain.
Dienes (dalam Simanjuntak, 1993: 73-74) menyatakan bahwa pemahaman akan konsep matematika dapat diphami oleh siswa lebih mendasar, maka harus diadakan pendekatan belajar dalam mengajarkan konsep antara lain:
a. Siswa yang belajar matematika harus menggunakan benda-benda konkret dan membuat abstraksi dari konsep-konsepnya.
b. Materi pelajaran yang harus diajarkan harus ada hubungannya atau pengaitan dengan yang sudah dipelajari.
c. Supaya siswa memperoleh sesuatu dari belajar matematika maka suasana abstrak harus diubah dengan menggunakan simbol-simbol.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep adalah salah satu dari objek matematika yang sifatnya abstrak yang dapat mengklasifikasikan/menggolongkan objek-objek atau kejadian-kejadian ke dalam contoh atau bukan contoh dari suatu objek tertentu.
3. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Manusia

Teori Jean Piaget (dalam Ali, 2008: 37) mengenai pertumbuhan kognitif sangat erat dan penting hubungannya dengan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukan bahwa aktifitas adalah sebagai unsur pokok dalam pertumbuhan kognitif, sedangakan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai kosekuensi yang minimal terhadap pertumbuhan kognitif termasuk perkembangan intelektual. Penting bagi pendidik untuk mengetahui isi dan ciri-ciri dari setiap tahap perkembangan kognitif peserta didiknya sehingga dapat mengambil keputusan tindak edukatif yang tepat. Dengan demikian, dapat dihasilkan peserta didik yang memahami pengalaman belajar yang diterimanya. Menyesuaikan sistem pengajaran dengan kebutuhan peserta didik merupakan jalan untuk meningkatkan prinsip lama yaitu guru tinggal menunggu sampai peserta didik siap sendiri, kemudian baru diberi pelajaran. Sekarang tidak demikian keadaannya. Model pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai peserta didik siap sendiri, tetapi sekolahlah yang mengajar lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu membawa peseta didik untuk maju ketaraf atau tahap berikutnya.
Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktifitas gradual dari fungsi intelektual dari kongkrit menuju abstrak. Piaget mendefinisikan empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu:
a. Kematangan.
b. Pengalaman fisik/lingkungan.
c. Transmisi sosial.
d. Equilibrium atau self regulation.
Selanjutnya, Piaget membagi tingkat-tingkat perkembangan, yaitu:
a. Tingkat sensorik motoris : 0-2 tahun
b. Tingkat praoperasional : 2-7 tahun
c. Tingkat operasi konkret : 7-11 tahun
d. Tingkat operasi formal : 11 tahun ke atas
Pada tingkat operasi konkret anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Anak mulai kurang egosentrismenya dan lebih sosiosentris (anak mulai membentuk per group) (Soemantoro, 1998: 132-133).
Apabila kita menginginkan perkembangan mental anak lebih cepat memasuki tahap lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman-pengalaman anak terutama pengalaman konkret, sebab dasar perkembangan mental (kognitif) adalah melalui pengalaman-pengalaman berbuat aktif dengan berbuat terhadap benda-benda sekeliling dan perkembangan bahasa merupakan salah satu kunci untuk mengembangkan kognitif anak. Hal ini dipertegas oleh Soepartinah Pakasi (dalam Simanjuntak, 1993: 69) bahwa dalam perkembangan anak, perkembangan kognitif harus sejalan dengan perkembangan bahasa sebab perkembangan bahasa dan perkembangan berpikir saling mempengaruhi .
Cara berpikir anak yang operasional konkret kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang sudah mampu memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk meghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain (Haditono, 2001: 222)
4. Tahapan Enaktif, Ikonik dan Simbolik
Bruner mengatakan bahwa tiap-tiap pelajaran dapat diajarkan secara baik dalam bentuk ilmiah pada tiap anak didik dan setiap tingkatan pertumbuhannya. Dengan teori dan konsep belajar Bruner bahwa kemampuan belajar anak didik sekolah dasar dengan matematika tidak ada perbedaan selama dipenuhi syaratnya
Menurut J.S. Bruner (dalam Simanjuntak, 1993: 70) langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukan representasi (model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya.
J.S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dngan benda konkret secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika.
Bruner (dalam Henisrawati, 2008: 13) mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya siswa melewati tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Enaktif
Tahap enaktif adalah suatu tahapan dalam pembelajaran di mana konsep matematika dipelajari secara aktif yang dipresentasikan melalui benda-benda konkret atau situasi nyata.
b. Tahap Ikonik
Tahap ikonik adalah suatu tahapan dalam pembelajaran di mana konsep matematika direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang menggambarkan situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
c. Tahap Simbolik
Tahap simbolik adalah suatu tahapan dalam pembelajaran di mana konsep matematika direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (simbol yang lazim digunakan berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol yang verbal maupun lambang-lambang matematika atau lambang-lambang abstrak yang lain.
G. Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian Arsat (2007: 40) menyimpulkan bahwa melalui representasi enaktif, representasi ikonik dan representasi simbolik dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman prestasi belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 8 Baruga, Kota kendari.
Penelitian yang dilakukan Henisrawati (2008: 45) menyimpulkan bahwa pemahaman konsep luas bangun datar melalui tahapan pembelajaran dalam teori Bruner pada siswa kelas V SD Negeri 1 Palarahi dapat ditingkatkan.
H. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Pemahaman siswa kelas V SD Negeri 8 Mandonga, Kendari pada konsep menghitung volume kubus dan balok dapat ditingkatkan melalui tahapan representasi enaktif, ikonik dan simbolik”.
I. Kerangka Pemikiran
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Karena sifat metematika itu abstrak dan hirarkis maka diperlukan pemahaman yang tinggi bagi yang mempelajarinya. Oleh karena itu, pelajaran matematika harus diberikan secara terstruktur agar konsep yang diperoleh juga melalui langkah yang terstruktur.
Usia sekolah dasar yang masih berada pada taraf operasional konkret sangat penting dalam penanaman konsep. Pada tahap ini, siswa sudah berpikir logis, termasuk hal-hal yang abstrak. Namun, untuk sampai ke hal-hal yang abstrak tersebut, terlebih dahulu harus disajikan dalam bentuk konkret atau bentuk nyata, selanjutnya dalam bentuk bayangan visual atau semi konkret, kemudian dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan penanaman konsep dasar pada siswa sekolah dasar diharapkan menjadi acuan bagi siswa untuk belajar konsep pada tingkat yang lebih kompleks.
Penanaman konsep yang memenuhi karakteristik seperti ini harus disajikan dalam tahapan enaktif, ikonik dan simbolik. Diharapkan dari ketiga tahapan ini prestasi belajar siswa meningkat.
J. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas. Ciri utama dalam penelitian tindakan kelas yaitu adannya tindakan-tindakan (aksi) tertentu serta adanya siklus untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 8 Mandonga, Kendari Tahun Ajaran 2009/2010.
3. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 8 Mandonga, Kendari Tahun Ajaran 2009/2010.
4. Faktor yang Diselidiki
Faktor-faktor yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor siswa yaitu untuk melihat bagaimana siswa mempelajari konsep menghitung volume kubus dan balok melalui tahapan representasi enaktif, ikonik dan simbolik.
2. Faktor guru yaitu untuk melihat bagaimana persiapan guru dalam menyiapkan materi volume kubus dan balok melalui tahapan representasi enaktif, ikonik dan simbolik.
3. Faktor sumber belajar yaitu untuk melihat apakah sumber belajar yang tersedia mendukung pembelajaran matematika pada materi volume kubus dan balok.
5. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dan pada pelaksanaannya direncanakan akan diadakan sebanyak 3 (tiga) siklus yang didasarkan pada silabus pengajaran guru matematika kelas V SD Negeri 8 Mandonga, Kota Kendari. Setiap siklus yang dalam penelitian ini terdiri dari tahapan kegiatan, yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan evaluasi; dan (4) refleksi. Secara rinci setiap tahapan kegiatan dijelaskan berikut ini:
a. Perencanaan
Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Membuat skenario pembelajaran.
2. Membuat lembar observasi.
3. Membuat alat bantu pembelajaran.
4. Membuat alat evaluasi.
5. Menyiapkan jurnal untuk refleksi diri.
b. Pelaksanaan tindakan
Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran, yaitu 2 (dua) kali pertemuan untuk tiap siklus.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan sebagai acuan penyusunan skenario pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan pendahuluan
- Menyampaikan materi yang akan dipelajari.
- Menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar.
- Memotivasi siswa.
- Memberikan apersepsi.
2. Kegiatan inti
- Melalui representasi enaktif, guru menjelaskan konsep mengitung volume kubus dan balok dengan memperagakan benda-benda konkrit sebagai wakil dari konsep yang diajarkan.
- Setelah dianggap cukup maka beralih kerepresentasi ikonik yaitu menggunakan gambar atau diagram yang merupakan wakil dari konsep yang diajarkan.
- Jika tahap representasi ikonik telah dianggap cukup maka dilanjutkan dengan representasi simbolik, yaitu konsep yang diajarkan dinyatakan dalam lambang-lambang abstrak.
- Guru memberikan soal latihan kepada siswa sebagai aplikasi konsep yang diajarkan.
- Guru membimbing siswa untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang telah diberikan.
- Guru mempersilahkan siswa untuk mempersentasikan hasil kerjanya di papan tulis.
- Guru mengarahkan siswa kejawaban yang benar.
- Guru melakukan tanya jawab dengan siswa.
3. Kegiatan penutup
- Guru bersama siswa merangkum materi yang telah dibahas.
- Guru dan siswa melakukan refleksi.
- Guru memberi evaluasi atau tugas lain untuk dikerjakan dirumah.
c. Observasi dan evaluasi
Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah observasi dilakukan, peneliti bersama dengan guru mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi peneliti bersama guru akan mengadakan refleksi yaitu mendiskusikan kelemahan-kelemahan pada saat pelaksanaan tindakan. Kelemahan-kelemahan yang terjadi akan diperbaiki pada perencanaan tindakan pada siklus berikutnya.

6. Data dan Teknik Pengambilan Data
Sumber data adalah siswa dan guru. Data dalam penelitian ini terdiri atas dua macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diambil dengan menggunakan tes hasil belajar, sedangkan data kualitatif diambil dengan menggunakan lembar observasi dan jurnal refleksi diri.
7. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini ada 2 (dua) macam, yaitu indikator tentang keterlaksanaan kegiatan pembelajaran yang termuat dalam lembar observasi dan indikator pemahaman konsep matematika siswa dalam penelitian ini.
a. Kegiatan pembelajaran dikatakan terlaksana dengan baik apabila minimal 80% kegiatan pembelajaran terlaksana dengan sempurna.
b. Siswa-siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini dikatakan memahami konsep matematika yang diajarkan apabila minimal 80% jumlah siswa telah memperoleh nilai 6,0 (ketentuan dari sekolah bersangkutan).


8. Rancangan Model Penelitian Tindakan Kelas

Rancangan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang tercantum di atas merupakan gambaran secara umum (Proyek PGSM, 1999: 27).





DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Ali, Mohammad, dkk. 2008. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Bumi aksara.

Arsat. 2007. Meningkatakan Pemahaman Konsep Luas Bangun Datar Melalaui Representasi Enaktif, Ikonik dan Simbolik Pada Siswa Kelas V SD Negeri 8 Baruga. Kendari. Skripsi, FKIP Unhalu.

Hadi, Amirul, dkk. 2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta. Rineka Cipta.
Haditono, Siti Rahayu. 2001. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar-Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Henisrawati. 2008. Peningkatan Pemahaman Konsep Luas Bangun Datar Siswa Kelas V SD Negeri 1 Palarahi Melalui Tahapan Pembelajaran dalam Teori Bruner. Kendari. Skripsi, FKIP Unhalu.

Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Pustaka Jaya.
Nasution, S. 1986. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung. Jemmars.
Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta. Depdiknas.

Roestiyah, N.K. 1994. Didaktik Metodik. Jakarta. Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Kencana Prenanda Media Grup.

Simanjuntak, Lisnawati, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta. Rineka Cipta.

Soemantoro, Wasti. 1998. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.

Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta. Andi Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar