Senin, 31 Mei 2010

Hubungan antara Kemampuan Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Bau-Bau

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu wujud kebudayaan manusia yang selalu tumbuh dan berkembang, tetapi kadang kala mengalami penurunan kualitas sehingga hancur perlahan-lahan seiring dengan perkembangan zaman. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan

manusia seutuhnya dan turut mendukung perkembangan kebudayaan pada arah yang positif. Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat mendidik manusia dapat hidup sesuai dengan zamannya. Pendidikan harus dilihat sebagai wahana untuk membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan guna menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari esok maupun masa depan yang selalu berubah (www.Depdiknas 2004: 1).
Dalam keseluruhan upaya pendidikan, Proses Belajar Mengajar merupakan aktivitas yang paling penting, karena melalui proses itulah tujuan pendidikan akan dicapai dalam bentuk perubahan perilaku siswa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 pasal 3 Tahun 2003, yaitu pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tercapainya tujuan pendidikan di atas, akan ditentukan oleh berbagai unsur yang menunjangnya. Makmun (1996: 3-4) menyatakan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar, yaitu: (1) siswa dengan segala karakteristiknya yang berusaha untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar, (2) tujuan adalah sesuatu yang diharapkan dicapai setelah adanya kegiatan belajar mengajar, (3) guru yang selalu mengusahakan terciptanya situasi yang yang tepat (mengajar) sehingga memungkinkan bagi terjadinya proses pengalaman belajar.
Dari uraian di atas, tampaklah dua posisi subjek, guru sebagai pihak yang mengajar dan siswa sebagai pihak yang belajar. Hal ini mengimplikasikan bahwa Proses Belajar Mengajar merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa yang didasari oleh hubungan yang bersifat mendidik dalam rangka pencapaian tujuan (Surakhmad, 1994: 52).
Keberhasilan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari peran penting guru. Dalam dunia pendidikan, guru memegang peranan penting dan strategis. Sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih siswa, guru merupakan agen perubahan sosial yang mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku umat manusia menuju kehidupan yang lebih baik, lebih bermartabat, dan lebih mandiri (Sukadi 2007: 2).
Pendidikan berkaitan dengan pengiriman pengetahuan sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek lainnya dari pendidik kepada si terdidik. Salah satu komponen pendidikan adalah guru, yang dalam lingkungan sekolah adalah pengajar yang bertanggung jawab atas proses pendidikan yang sedang berlangsung. Oleh karena itu kemampuan yang harus dipersiapkan guru meliputi penguasaan terhadap komponen pengajaran sangat berperan penting dalam menunjang keberhasilan belajar siswa (Kunandar, 2007: 33).
Di samping itu, guru merupakan suatu profesi karena dalam menjalankan tugasnya didukung oleh penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan, integritas dan komitmen moral yang tinggi. Sebagai suatu profesi, maka guru dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal merencanakan program belajar mengajar dan menguasai bahan pengajaran (Sudjana, 1995: 17).
Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Sebagai contoh lingkungan tempat tinggal siswa, peran orang tua siswa, fasilitas belajar siswa, kreativitas siswa, dan lain-lain. Tetapi disamping komponen-komponen pokok di atas, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi motivasi belajar, yaitu kemampuan mengajar guru itu sendiri. Kemampuan mengajar guru adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, guru harus mampu menciptakan situasi yang dapat menunjang perkembangan belajar siswa, termaksud dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa, guru dituntut untuk menampilkan kemampuan mengajar yang ideal dalam Proses Belajar Mengajar. Surya (1996: 67) mengemukakan guru sebagai motivator belajar bagi siswanya, harus mampu untuk (1) membangkitkan dorongan siswa untuk belajar, (2) menjelaskan secara kongkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pelajaran, (3) memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai kemudian hari, (4) membuat regulasi (aturan) perilaku siswa.
Kemampuan mengajar guru erat hubungannya dengan motivasi belajar siswa, karena semakin tinggi motivasi belajar siswa maka prestasi belajar siswa juga akan meningkat. Weigand dalam Sudjana (2000: 70) mengemukakan, ada tiga faktor di luar kemampuan siswa yang mempengaruhi prestasi belajar, yakni (a) kondisi yang diperlukan untuk belajar, (b) kemampuan tenaga pengajar, dan (c) interaksi personal antara tenaga pengajar-guru dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan mengajar guru mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar siswa baik yang sifatnya positif maupun negatif (Surya, 1996: 65). Jika kemampuan mengajar yang ditampilkan guru dalam Proses Belajar Mengajar sesuai dengan harapan siswa, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik.
Fenomena yang terjadi di SMP Negeri 2 Bau-Bau menunjukkan bahwa masih dijumpai siswa yang berperilaku sebagai berikut: (1) Tidak masuk sekolah tanpa alasan, membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan PR, dan tidak teratur dalam belajar; (2) menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti menentang; (3) lambat dalam melaksanakan tugas-tugas belajar; dan (4) menunjukkan gejala emosional, seperti pemurung, pemarah, dan mudah tersinggung (wawancara dengan Kepala Sekolah dan Guru). Menurut Natawidjaja (1982: 22) keempat gejala yang ditunjukkan tersebut mengisyaratkan adanya kesulitan belajar pada diri siswa. Kesulitan belajar tersebut berkaitan erat dengan motivasi belajar yang dimiliki siswa. Berdasarkan data yang diperoleh tentang nilai prestasi belajar Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Bau-Bau menunjukkan nilai rata-rata siswa berada 6,88 (data dari Sekolah). Rata-rata nilai yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar yang diperoleh siswa masih rendah karena nilai tersebut tidak sesuai dengan nilai standar yang ditargetkan oleh sekolah yaitu 7,5. Hal ini mengindikasikan rendahnya prestasi belajar yang disebabkan kurangnya motivasi belajar siswa. Kurangnya motivasi belajar siswa kemungkinan ada hubungannya dengan kemampuan mengajar guru.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Kemampuan Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Bau-Bau”.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : Apakah Terdapat Hubungan antara Kemampuan Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Bau-Bau?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Kemampuan Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Bau-Bau.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi sekolah bahwa kemampuan mengajar guru merupakan faktor penting dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
b. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru di SMP Negeri 2 Bau-Bau tentang adanya hubungan antara Kemampuan Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar siswa.
c. Sebagai bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang sifatnya pengkajian ulang maupun penelitian pada tahap berikutnya.
d. Sebagai pengetahuan bagi peneliti bahwa kemampuan mengajar guru merupakan faktor penting dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Teoritis adalah bahwa penelitian ini diharapkan akan menambah khasanah ilmu pengetahuan, karena penelitian ini diperoleh melalui penelitian ilmiah yang didukung oleh teori dan fakta empiris.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Kemampuan Mengajar Guru
Kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan. Perilaku yang rasional merupakan wujud dari kemampuan seseorang. Berarti orang yang memiliki suatu kemampuan adalah benar-benar orang yang mempunyai keahlian dibidangnya atau dikenal dengan istilah “profesional” (Sutikno, 2007: 125).
Menurut Kunandar (2007: 53) mengatakan bahwa kemampuan (skill) yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang untuk melakukan atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan juga dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan dan bertindak.
Selanjutnya menurut McAshan dalam Sutikno, (2007: 125) menyatakan bahwa kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Jadi kemampuan adalah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Kata teach atau mengajar berasal dari bahasa inggris kuno, yaitu taecan, yang berarti memperlihatkan. Istilah mengajar sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak disadari pentingnya pendidikan dan persekolahan. Mengajar adalah suatu kegiatan dimana pengajar menyampaikan pengetahuan, pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik dengan tujuan agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik (Surya, 1996: 6). Selanjutnya Sanjaya, (2006: 94) mengatakan bahwa mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa.
Mengajar adalah proses mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik dalam proses belajar. Sejalan dengan itu Hamalik (1991: 8) mengatakan bahwa mengajar adalah usaha guru untuk mengorganisasikan langkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada dikelas maupun yang ada di luar kelas yang menunjang kegiatan belajar mengajar.
Nasution dalam Sutikno, (2007: 51) mengartikan mengajar adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisiatau mengatur lingkungan sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya, termaksud guru dan alat pelajaran yang disebut proses belajar, tujuan pelajaran yang telah ditentukan tercapai. Selanjutnya Davies dalam Sutikno, (2007: 51) dalam pengertian yang lain, juga dijelaskan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan menyangkut pengambilan keputusan.
Hamalik, (2002: 58) mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Lebih lanjut Sutikno (2007: 52) mengatakan bahwa mengajar adalah penciptaan system lingkungan yang memungkinkan terjadi proses belajar.
Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas atau proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa.
Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar disamping menguasai materi yang akan diajarkannya. Dengan kata lain guru harus mampu menciptakan suatu situasi kondisi belajar yang sebaik-baiknya. Usman, (2000: 8) guru merupakan profesi, jabatan, dan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus.
Guru bertugas sebagai tenaga profesional maka guru harus ikut dalam menentukan kebijakan pendidikan di dalam kelas atau sekolah melalui kegiatan perencanaan dan pelaksanaannya, sesuai dengan pandangan tentang administrasi kelas atau sekolah yang harus dikelola melalui usaha kerja bersama (Syaodih, 2007: 252). Sedangkan Grams dan Mc Clare (1980: 141) teacher are those persons who consciously direct the experiences and behavior of an individual so that education takes places (guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu hingga dapat terjadi pendidikan.
Menurut Hazkew dan Mc Lendon (1984: 10) teacher is professional person who conducts classes (guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menatadan mengelola kelas).
Berdasarkan uraian di atas bahwa guru merupakan profesi atau pekerjaan yang tugasnya tidak semata-mata menyampaikan dan mentransfer pengetahuan tetapi juga sebagai pendidikyang menyampaikan nilai-nilai dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.
Guru sebagai salah satu komponen dalam system pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Sutikno, (2007: 125-126) seorang guru dituntut menguasai sejumlah kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, antara lain : (1) kemampuan menguasai bahan ajar, (2) kemampuan dalam mengelola kelas, (3) kemampuan dalam menggunakan metode, media, dan sumber belajar, dan (4) kemampuan untuk melakukan penilaian.
Imron (1995: 174) beberapa indikator interaksi belajar mengajar antara lain : (1) kemampuan menggunakan metode, media dan bahan latihan sesuai dengan tujuan pengajaran, (2) kemampuan berkomunikasi dengan siswa, (3) kemampuan mendemonstrasikan khasanah metode mengajar, (4) kemampuan mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam mengajar, (5) kemampuan mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan relevansinya, (6) kemampuan mengorganisasi waktu, ruang dan bahan perlengkapan pengajaran, (7) kemampuan melaksanakan evaluasi siswa dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kemampuan guru menurut Depdiknas dalam Hamzah, (2007: 20) adalah sebagai berikut: (1) mengembangkan kepribadian, (2) menguasai landasan kependidikan, (3) menguasai bahan pelajaran, (4) menyusun program pengajaran, (5) melaksanakan program pengajaran, (6) menilai hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan, (7) menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran, (8) menyelenggarakan program bimbingan, (9) berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat, dan (10) menyelenggarakan administrasi sekolah.
Menurut Sukadi, (2007: 19) Guru dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih siswa, seorang guru dituntut mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut: (1) berwawasan luas, menguasai bidang ilmunya, dan mampu mentrasfer atau menerangkan kembali kepada siswa; (2) mempunyai sikap dan tingkah laku yang patut diteladani; dan (3) memiliki keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya.
Hamzah (2007: 18) Kemampuan profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kemampuan yang harus dimiliki seorang guru, terdiri dari tiga, yaitu (1) kemampuan pribadi, (2) kemampuan sosial, dan (3) kemampuan profesional.
Sementara itu Usman (2000: 17) memberikan rincian kemampuan profesional guru, yakni sebagai berikut : (1) Menguasai landasan kependidikan, yaitu : (a) mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, (b) mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat, (c) Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar; (2) menguasai bahan pengajaran; (3) menyusun program pengajaran; (4) Melaksanakan program pengajaran, yakni (a) menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, (b) mengatur ruangan belajar, (c) mengelola interaksi belajar mengajar, dan (d) menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Nasution, (1982: 21-22) mengemukakan berbagai kriteria untuk menilai kemampuan guru, yaitu (1) apakah guru menggunakan alat peraga untuk menjelaskan bahan/materi yang akan diajarkan? (2) apakah guru hanya menggunakan satu atau beberapa metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan? (3) Apakah guru cukup mengajukan pertanyaan? (4) Apakah guru menguasai materi yang akan diajarkan? (5) Apakah guru hanya memegang teguh buku pelajaran ataukah memberi pengetahuan yang luas pada anak-anak dengan sumber lain? (6) Apakah guru mampu berinteraksi secara aktif terhadap masing-masing siswa?
Syaodih, (2007: 256) Untuk dapat menyajikan dan menyampaikan materi pengetahuan dengan tepat, guru dituntut menguasai strategi atau metode mengajar dengan baik. Guru diharapkan dapat mempersiapkan pengajaran, melaksanakan dan menilai hasil belajar, serta menggunakan model-model interaksi belajar mengajar yang tepat, mengelola kelas, dan membimbing perkembangan siswa dengan tepat pula.
Hamalik, (2002: 39) menyatakan kecakapan pribadi guru yang disenangi oleh siswa dalam proses belajar mengajar adalah guru-guru yang (1) demokratis, (2) suka bekerja sama (kooperatif), (3) baik hati, (4) sabar, (5) adil, (6) konsisten, (7) bersifat terbuka, (8) suka menolong, (9) ramah tamah, (10) suka humor, (11) memiliki bermacam ragam minat, (12) menguasai bahan pelajaran, (13) fleksibel, (14) menaruh minat yang baik kepada siswa.
Cooper dalam Sudjana (1989: 18) mengemukakan empat kemampuan guru yakni : (1) menguasai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya, (4) mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Selanjutnya Sudjana (1989: 18) membagi kemampuan guru dalam tiga bagian, yaitu (1) kemampuan bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dann tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan, serta pengetahuan umum lainnya,; (2) kemampuan bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya, sikap menghargai pekerjaannya, sikap ramah kepada siswa, disiplin dalam menjalankan tugas, memiliki rasa humoris dalam pembelajaran, jujur dan bertanggung jawab, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.; (3) kemampuan prilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa dan keterampilan lainnya.
Menurut Soedijarto, (1993: 60-61) menyatakan bahwa guru yang memiliki kemampuan professional perlu menguasai antara lain: (a) disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran, (b) bahan ajar yang diajarkan, (c) pengetahuan tentang karakteristik siswa, (d) pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar, (f) penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknoligi pembelajaran, (g) pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan.
Glasser dalam Sudjana (2000:69) mengemukakan empat jenis kompetensi tenaga pengajar, yakni (a) mempunyai pengetahuan belajar dan tingkah laku manusia, (b) menguasai bidang ilmu yang dibinanya, (c) memiliki sikap yang tepat tentang dirinya sendiri dan teman sejawat serta bidang ilmunya , (d) keterampilan mengajar.
Crow, (1980: 58) mengemukakan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi: (a) penguasaan subjectmatter yang akan diajarkan, (b) keadaan fisik dan kesehatannya, (c) sifat-sifat pribadi, (d) memahami sifat-hakikat dan perkembangan manusia, (e) pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar, (f) kepekaan dan apirasinya terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama, dan etnis, (g) minatnya terhadap perbaikan profesional dan pengayaan cultural yang terus menerus dilakukan.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengajar guru dalam Proses Belajar Mengajar yang meliputi: (1) kemampuan pengetahuan terhadap siswa, pengetahuan terhadap materi, dan pengetahuan terhadap metode mengajar; (2) kemampuan keterampilan dalam mengelola kelas, keterampilan dalam penilaian, dan keterampilan dalam berkomunikasi dengan siswa; dan (3) kemampuan pribadi terhadap siswa, yakni sabar, disiplin, jujur, humoris, dan adil.
B. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi berpangkal dari kata motif, yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan (Fathurrohman dan Sutikno, 2007: 19). Motivasi diistilahkan sebagai ungkapan tingkah laku yang giat dan diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Usman dalam Sukadi, (2007: 37) mengungkapkan bahwa motivasi adalah keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Sutikno (2007: 137) mengemukakan motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk bergerak, baik disadari maupun tidak disadari. Lebih lanjut Sutikno (2007: 138) menyatakan bahwa ada tiga komponen utama dalam motivasi, yaitu (1) kebutuhan, (2) dorongan, dan (3) tujuan.
Usman (2000: 28) motivasi adalah proses untuk menggaitkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
McDonald dalam Hamalik, (2002: 173) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Motivasi terdiri dari dua macam, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang datang dari dalam diri individu, sedangkan motivasi eksternal adalah motivasi yang timbul akibat adanya dorongan dari luar individu. (Sukadi, 2007: 37).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Djamarah (2002: 114) bahwa dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya.
Roestiyah (1989: 79) motivasi dibagi dalam dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang menjadi aktif akan berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Gemar belajar adalah aktivitas yang tidak pernah sepi dari kegiatan siswa yang memiliki motivasi intrinsik. Dorongan untuk belajar bersumber pada kebutuhan, yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan.
Jadi motivasi Intrinsik muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik, yakni motivasi yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila siswa menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar.
Menurut Sofyan (1985: 70) bahwa motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar siswa bermotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat siswa dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuk. Baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi ekstrinsik yang negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku siswa. Diketahui bahwa angka, ijazah, pujian, hadiah dan sebagainya berpengaruh positif dengan merangsang siswa untuk giat belajar. Sedangkan ejekan, celaan, hukuman yang menghina, sindiran besar, dan sebagainya berpengaruh negatif dengan renggangnya hubungan guru dengan siswa.
Sardiman (1988: 75) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Selanjutnya Winkel (1983: 73) mengatakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga apa yang dikehendakinya dapat tercapai.
Prayitno (1989: 8) menyatakan bahwa motivasi belajar tidak saja merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa untuk belajar, tetapi juga sebagai suatu yang mengarahkan aktivitas siswa kepada tujuan belajar.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan, perbuatan, tingkah laku, dan arah belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki siswa.
2. Fungsi Motivasi
Motivasi mempunyai fungsi yang penting dalam belajar, karena motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar yang dilakukan siswa. Hawley dalam Yusuf, (1993: 14) menyatakan bahwa para siswa yang memiliki motivasi tinggi, belajarnya lebih baik dibandingkan dengan para siswa yang memiliki motivasi rendah. Hal ini dapat dipahami, karena siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan tekun dalam belajar dan terus belajar secara kontinyu tanpa mengenal putus asa serta dapat mengesampingkan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan belajar yang dilakukannya.
Nasution (1995: 76) membagi tiga jenis fungsi motivasi, yaitu: (1) pendorong manusia untuk berbuat, fungsi ini menunjukkan motivasi sebagai penggerak yang melepaskan energi, (2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai, dan (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.
Sardiman dalam Fathurrohman dan Sutikno, (2007: 20) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi: (1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepas energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan; (2) Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya; (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Hamalik (2000: 175) menyatakan fungsi motivasi adalah: (1) mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar; (2) sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan; (3) sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Kuat lemahnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Syaodih dalam Kurniasih, (1997: 32) menyatakan fungsi dari motivasi adalah: (1) mendorong anak melaksanakan sesuatu aktivitas dan tindakan; (2) dapat menentukan arah perbuatan seseorang; dan (3) memotivasi berfungsi dalam dalam menyeleksi jenis-jenis perbuatan dan aktivitas seseorang. Selanjutnya Wirasaputra dan Rosita (1996: 112) fungsi lain dari motivasi adalah (1) mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan untuk belajar, (2) sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan, dan (3) sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.
Pemahaman ini akan memberikan makna akan pentingnya fungsi motivasi dalam belajar. Belajar tidak akan terjadi kalau tidak ada dorongan yang kuat dari dalam diri maupun luar diri siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Motivasi dapat memberikan semangat kepada siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk atau perbuatan yang dilakukannya.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka harus dilakukan suatu upaya agar siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga siswa yang bersangkutan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
3. Upaya meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Dalam rangka mengupayakan agar motivasi belajar siswa tinggi, seorang guru menurut Mudjiono dan Dimyati (1994: 95) hendaknya selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) seorang guru hendaknya mampu mengoptimalisasikan penerapan prinsip belajar. Guru pada prinsipnya harus memandang bahwa dengan kehadiran siswa di kelas merupakan suatu motivasi belajar yang datang dari siswa. Sehingga dengan adanya prinsip seperti itu, ia akan menganggap siswa sebagai seorang yang harus dihormati dan dihargai. Dengan perlakuan semacam itu, siswa tentunya akan mampu memberi makna terhadap pelajaran yang dihadapinya; (2) guru hendaknya mampu mengoptimalisasikan unsure-unsur dinamis dalam pembelajaran. Dalam proses belajar, seorang siswa terkadang dapat terhambat oleh adanya berbagai permasalahan. Hal ini dapat disebabkan oleh kelelahan jasmani ataupun mental siswa. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan seorang guru adalah dengan cara: (a) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan hambatan belajar yang dialaminya, (b) meminta kesempatan kepada orang tua siswa agar memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar, (c) memanfatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, (d) menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada prilaku belajar. Pada tingkat ini guru memperlakukan upaya belajar merupakan aktualisasi diri siswa, (e) merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan dan pasti berhasil; (3) guru mengoptimalisasikan pemanfatan pengalaman dan kemampuan siswa. Perilaku belajar yang ditujukan siswa merupakan suatu rangkaian perilaku yang ditujukan pada kesehariannya. Untuk itu, pengalaman yang diberikan oleh guru terhadap siswa dalam meningkatkan motivasi belajar adalah dengan cara: (a) siswa ditugasi membaca bahan belajarsebelumnya, tiap membaca hal-hal terpenting dari bahan tersebut dicatat, (b) guru memecahkan hal yang sukar bagi siswa dengan cara memecahkannya, (c) guru mengajarkan cara memecahkan dan mendidik keberanian siswa dalam mengatasi kesukaran, (d) guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran, (e) guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mampu memecahkan masalah dan mungkin akan membantu rekannya yang mengalami kesulitan, (f) guru memberi penguatan pada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri, (g) guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri.
Fathurrohman dan Sutikno (2007: 20) mengatakan bahwa ada beberapa strategi untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, yakni: (1) menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik, (2) hadiah, (3) saingan/kompetisi, (4) pujian, (5) hukuman, (6) membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar, (7) membentuk kebiasaan belajar yang baik, (8) membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun kelompok, (9) menggunakan metode yang bervariasi, (10) menggunakan media yang baik serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Yusuf (1993: 25) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan motivasi siswa, guru mempunyai peranan sebagai berikut: (1) menciptakan lingkungan belajar yang merangsang anak untuk belajar; (2) memberi reinforcement (peneguhan) bagi tingkah laku yang menunjukkan motif; (3) menciptakan lingkungan kelas yang dapat mengembangkan curiosity dan kegemaran siswa belajar.
Dengan adanya perlakuan seperti pernyataan di atas dari guru, diharapkan siswa mampu membangkitkan motivasi belajarnya dan yang paling utama adalah siswa mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Untuk mencapai prestasi belajar tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh guru dalam memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajarnya.
Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi belajar adalah ketekunan dalam belajar, ulet dalam menghadapi kesulitan belajar, minat dan perhatian dalam belajar, berprestasi dalam belajar, dan mandiri dalam belajar.
C. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini seperti yang dilaporkan oleh:
- Fitriani (2001) dalam kesimpulannya mengatakan bahwa kemampuan mengajar guru berhubungan positif dan signifikan terhadap hasil belajar akuntansi siswa.
D. Kerangka Berpikir
Guru akan mempunyai pengaruh terhadap siswa. Pengaruh tersebut ada yang terjadi melalui pendidikan dan pengajaran yang dilakukan dengan sengaja dan adapula yang terjadi dengan tidak sengaja, bahkan tidak disadari oleh guru, yaitu melalui sikap, gaya, dan kemampuan mengajar guru itu sendiri. Kemampuan mengajar guru berpengaruh secara langsung terhadap perilaku siswa. Perilaku yang terpengaruh itu antara lain: kebiasaan belajar, minat, disiplin, dan motivasi belajar siswa.
Kegiatan belajar siswa merupakan hasil perpaduan dari unsur tujuan, bahan pelajaran, kurikulum, perilaku siswa, dan kemampuan mengajar guru. Keberhasilan belajar siswa tidak akan optimal apabila salah satu dari unsur di atas tidak mendukung keadaannya. Motivasi merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasi belajarnya tinggi akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Hawley dalam Prayitno, (1989: 3) yaitu siswa yang termotivasi dengan baik dalam belajar melakukan kegiatan lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan siswa yang kurang termotivasi dalam belajar. Prestasi yang diraih akan lebih baik apabila mempunyai motivasi yang tinggi.
Ada keterkaitan antara motivasi belajar siswa dengan kemampuan mengajar yang ditampilkan guru dalam proses belajar mengajar. Sebab puas atau tidaknya siswa terhadap kemampuan mengajar guru akan menjadi penggerak (drive) bagi siswa, sehingga siswa akan termotivasi atau tidak oleh kemampuan mengajar guru tersebut. Jadi, jika kemampuan mengajar yang ditampilkan guru dalam Proses Belajar Mengajar sesuai dengan harapan siswa, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik. Dengan demikian diduga ada hubungan yang positif antara kemampuan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir maka hipotesis penelitian ini adalah: ada hubungan positif antara kemampuan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa di SMP Negeri 2 Bau-Bau.



0 komentar:

Posting Komentar